Senja
, Dia dan Aku
Pernah aku berpikir, mungkin hanya sampai disini aku dapat
melihatnya dengan langsung dan bercakap dengannya. Dia yang , akupun tak tahu
apakah dia mengetahui apa yang aku rasa, waktu yang berlalu begitu cepat, aku
hanya dapat memandang tanpa sedikitpun berniat untuk memanggilnya agar
mencegahnya beranjak dari sampingku didalam pikirku aku mengatakan “jangan
beranjak, tetaplah duduk, dan dengarkan kata kataku ini”, tapi mulut ini terkunci dengan segala alasan
yang aku tak dapat jelaskan.
Dia , begitu sempurna dimata ini, tapi aku?? Aku tak tahu
bagaimana dia menilaiku, yang aku tahu dia nyaman ketika berbincang denganku
disore senja itu didepan taman. Mungkin aku berdosa karena memandangnya,
mungkin aku salah duduk disampingnya.
Senja itu aku habiskan dengan berbincang dengannya tapi
tanpa berani mengucapkan sesuatu yang aku rasakan. Ketika dia telah usai
menyelesaikan tugasnya ditempatku, maka aku tak memiliki daya dan upaya untuk mencegahnya
pergi dan berlalu.
Tuhan , ampuni aku yang memiliki perasaan ini, ampuni aku
yang memendam rasa untuknya. Mendengar suaranyapun aku sudah bahagia, terlebih
ketika dia berkata “ aku sehat, dan baik-baik saja”. Beruntungnya wanita yang
akan mendapatkan kasih sayang darinya, itulah yang sering aku ucap saat
bersujud dihadapan sang Ilahi.
Aku tak berani menatap mata saat berbicara dengannya. Semua
tentang Dia seakan tak ada habisnya untuk aku ceritakan, senyumnya yang ramah,
pemikirannya yang dewasa dan kata-katanya yang selalu memberikan arahan
kepadaku. Janji yang sampai kini tak dapat aku tepati adalah melupakannya, dan
janji yang belum dia beri adalah mengantarku ke toko buku. Aku sangat suka
sekali membaca maka aku hanya meminta dia untuk menemaniku ke toko buku, tapi
itu sudah tidak mungkin terjadi dan aku tidak mungkin memintanya.
Dia, kini telah memiliki hatinya sendiri. Ketika aku melihat
kenyataan itu, sungguh remuk dan hancur perasaan ini, tapi entah kenapa aku
malah merasa bahagia dibalik keterpurukanku.
Aku bahagia ketika melihatnya dapat bersama wanita itu, dan
aku bahagia melihat wanita itu dapat berada disampingnya. Saat aku mulai
terpuruk kembali aku selalu mengucapkan kata yang menurutku adalah Mantra
untukku yaitu “ jika aku dan dia tak dapat bersama, maka aku yakin aku bukanlah
yang terbaik untuknya, dan Dia pun sebaliknya bukan yang terbaik untukku,
karena aku yakin tuhan menciptakkanku kedunia ini bukan untuk sendiri, tapi
akan disempurnahkan dengan hati lain ,yang hingga kini aku tak tahu dimana hati
itu.”
Kini sudah hampir 3 tahun aku tak melihat dan hanya
berkomunikasi melalui dunia maya, tapi dari pertama aku mengenalnya dan
berbincang dengannya sungguh aku tak bisa melupakan Dia, terlalu banyak hal
yang menyenangkan ketika bersama dia, walau aku tak memiliki hubungan khusus
dengannya, tapi dia telah memberikan warna untukku.
Kini laut telah menjauhkannya dariku , dan wanita itu telah
memberikan benteng yang tinggi, sehingga menyadarkanku bahwa “tak seharusnya
aku tetap memikirkan 3 tahun yang lalu, karena saat itupun aku tak memiliki
hubungan khusus Dia”
Setiap aku mengingat kata-katanya kepadaku, tentang
kemuliaan seorang wanita, hati ini seakan runtuh namun aku terus membangunnya
dengan keyakinan bahwa kini Dia telah memiliki separuh hati yang ada pada
wanita itu. Dan aku tak berhak merebut atau bahkan mencuri hati itu.
Senja sore itu, selalu bermain di pikiranku. Dia yang jauh
selalu berada dekat dengan mata ini. Hatiku selalu berharap “ tuhan beri aku
kesempatan sekali saja untuk bertemu dengannya lagi dan untuk me gatakan maaf karena aku telah diam diam menyimpan
semua memori senja sore itu”
Dia yang tetap berada dalam
memory ini hingga 3 tahun lamanya
Komentar
Posting Komentar