Aku
diantara Pangeran Berjas hujan dan Kamu
Hari itu sekitar pukul 16:00 aku sedang menunggu bus di
sebuah halte bus, langit yang tadinya cerah tiba-tiba berubah menjadi muram,
gelap dan angin yang berhembus begitu kencang, ku satukan kedua tangan untuk
melawan dingin. Rasa takut mulai ku rasa, ketika kilatan cahaya dari petir
seakan menyambar keatas sebuah bangunan tinggi yang berada tepat didepan halte
bus tempatku menunggu bus, dengan spontan aku berteriak “ASTAGFIRULLAH” dan
kututup mataku dengan kedua tanganku. Kemudian tak kudengar suara dentuman dari
petir tersebut. Sedikit tapi pasti ku rentangkan jemari jemari ini dan
mengintiplah aku dari balik tanganku. Tak
ada hal yang terjadi dan kubuka tangan yang menutupi mata ini, karena
disekitarku ramai, aku mencoba memeriksa keadaan sekitarku dan yang kutemui
adalah tatapan kaget mereka yang disekitarku langsung menembakku dan tepat
mengenai mata ini. “ADUH “ aku berseru dengan suara pelan, rasanya tuh, maluuu banget dan pengen langsung lari dari tempat itu tapi
itu ga mungkin, mau lari gimana? Kilat cahaya aja dah buat aku ga berani
ngelangkah dari halte itu.
15 menit berlalu dan langit tetap gelap. Ku lihat sekitar
dan semakin banyak orang yang berkunjung ke halte tersebut untuk meneduh dari
terpaan hujan yang mulai turun dengan
pasti.
“kriukkkkk kriukkk” perutku mulai bernyanyi dan mengeluarkan
irama, ku buka tas kecilku dan kuperiksa mungkin ada sedikit cemilan atau
sekedar permen untuk mengganjal rasa laparku.
But nihil..
ga ada satupun benda didalam tas yang bisa ku makan. Miris lah rasanya, kulihat
lagi jam tangan berharap bisa mengalihkan rasa lapar yang semakin membuatku
mengikatkan kedua tangan diperut sambil sedikit membungkuk. Jam menunjukkan
waktu 16:40 dan bus yang dari tadi ku tunggu pun tak ada tanda tandanya, rasa
resah dan gelisah seperti saat menunggu seseorang mulai menghantui pikiran ini,
yang aku pikir “ mungkin bus yang ingin
ku naiki terjebak macet dan sulit untuk menuju halte tempatku sekarang ini dan apa
kabarnya aku jika hal itu terjadi” pikiran yang keluar saat seperti ini semakin
membuatku panik dan tak bisa duduk dengan tenang.
“Tuhan
aku mohon semoga hal yang aku khawatirkan tidak terjadi, tapi jika terjadi aku
mohon semoga ada orang yang aku kenal, amien” kututup do’aku dengan
membasuh kedua tangan kemuka. Tiba tiba ada orang yang menggunakan jas hujan
dan helm yang menutupi muka orang tersebut berhenti dan mematikan motor serta
berjalan kearahku. Aku tak ingin kepede-an ”mungkin
dia pacar mba mba sebelahku, beruuntungnya mba ini.. atau mungkin dia juga mau
meneduh” pikirku. Tapi kenapa sepertinya aku mengenal gaya berjalan orang
itu. Tapi karena ga mau kege’er-an aku mengalihkan pandanganku kesebelah
kananku, dan saat itu pula ada suara yang memanggil namaku ”asya???” . seketika aku tersentak dan
mengarahkan pandangan sambil mencari dari mana asal suara tersebut. Dan
ternyata ku dapatkan sumber suara tersebut dari seseorang yang tinggi besar dan
menggunakan jas hujan yang dari tadi aku
lihat. “si... siapa ya?? Anda mengenal
saya?” dengan gugup aku bertanya.
Dan kemudian dengan perlahan orang tersebut membuka kaca helm. Dan ternyata
yang menyapaku adalah......
Rasanya pengen teriak sambil lari lari disekitar halte , tapi itu ga mungkin terjadi, malu cukup
sekali ga dua kali ditempat yang sama pula lagi. Ternyata dia itu orang
yang dari dulu aku tunggu suaranya menyebutkan namaku. Dia adalah teman SMA ku
yang cukup memiliki arti didalam hati, tanpa pernah sekalipun aku mendengar
namaku disebutnya, tiga tahun bersama didalam satu kelas dan dengan disadari
oleh ku, aku menyukai pribadi dia dan cara dia menyelesaikan persoalan
matematika, yang menurutku itu hal yang paling sulit.
“REVANNN???” dengan kaget aku langsung menyebut namanya,
dengan cepat aliran darahku mengalir kearah jantung dan jantungku langsung
memompa darah kesekitar tubuhku, rasanya dapat kudengar suara pompa jantungku. Tertegun
aku terus menatap orang dihadapku itu dengan mimik tak percaaya, hampir 5 tahun
aku tak melihatnya setelah kami lulus dari SMA, dan tak pernah kudengar
kabarnya, dia seakan menghilang ditelan bumi dan tak tahu dimuntahkan kemana.
Lambaian tangan didepan muka menghancurkan lamunan ku. “heiii... asya?? Kamu baik-baik ajakan??” revan
mencoba menyadarkanku dari kebingunganku. Suara itu yang aku tunggu ketika aku
tiga tahun bersama didalam kelas dengan revan, revan seakan bisu jika aku
bertanya atau ketika dia didekatku, tapi ketika dengan yang lain dia biasa
saja, kenapa dia seperti itu kepadaku?, aku mau bertanya pun pasti tak
dijawabnya, tapi itu hanya pikirku sendiri tanpa aku berusaha untuk bertanya
lagi padanya waktu kami masih satu kelas dahulu. “iyaaa, aku ga kenapa kenapa ko, Cuma....” tak kulanjutkan kata kataku, dan revan berkata
“Cuma apaa???”. Lagi lagi aku
dibuatnya tuing tuing ga jelas saat mendengar suaranya.
“ehh emang tadi aku
ngomong apa ya” pura pura mengalihkan percakapan, aku takut dia membaca
gelagat anehku lagi. Perbincangan bertemu kawan lama dan yang aku sukai
membuatku lupa terhadap rasa laparku. Ternyata tuhan mengabulkan do’aku begitu
cepat. Senyum tersungging terus dimuka ini dan salah tingkah terus terjadi pada
diriku. Setelah banyak hal yang kami bincangkan di halte tersebut ternyata
hujan sudah reda dan revan mengajakku pergi untuk mencari tempat makan, supaya
lebih nyaman lagi berbincangnya setelah sekian tahun tak bertemu. Aku
diajakknya menaiki motornya yang lumayan tinggi, karena terlalu tingginya aku
sampai harus naik sambil sedikit meloncat dan kesusahan, tapi revan membantuku
dia mengulurkan tangannya untuk membantu ku naik keatas motornya tersebut. Rasanya
itu kaya dapet uang undian dan mobil mewah yang buat aku tu terbang keatas
awan, sayangnya suara kendaraan lain yang mengklakson dari belakang, langsung
menjatuhkanku dari atas awan hayalanku dan aku langsung tersadar. Saat gas
dinyalahkan motor tersebut langsung melaju begitu cepat dan aku bingung sendiri
aku mau pegangan kemana?? Kalo aku pegangan ke perutnya ga enak gimana gitu,
nah kalo aku pegangan ke besi yang ada dibawah jok itu lebih memalukan dilihat
oleh orang, kesannya kaya ga pernah naik motor aja.
Tapi ternyata tempat makan yang dipilih revan tak begitu
jauh dari halte , jadi aku ga harus bingung lagi deh untuk pegangan dimotor
harus kemana. Sampailah ditempat makan, dan perut langsung menyambut dengan
sorak sorai kembali, seperti pucuk dicinta
ulampun tiba . aku langsung memesan makanan dan minuman hangat, untuk
menghilangkan rasa dingin dan me-rileks-an pikiran karena shock terapi yang
diberikan suaranya revan. Setelah tidak bertemu selama hampir 5 tahun setelah
lulus SMA, banyak sekali yang berubah dari diri revan, dari cara dia berpakaian
dan menata rambut, kalo dulu waktu SMA revan selalu menyisakan sedikit poni
didepan dahinya, kalo sekarang dipotong pendek dan lebih rapih, tapi yang
paling drastis adalah dia mau menyapa dan memanggil namaku serta menyapaku
terlebih dahulu juga masih mengenaliku. Aku pun akhirnya bertanya “revan, aku mau tanya, waktu SMA dulu, kenapa
si kamu ga pernah sekali aja bicara sama aku?? Apaa aku pernah berbuat
salah???” setelah ku lontarkan pertanyaan itu, revan tidak langsung
menjawab malah mencari sesuatu didalam tasnya dan itu cukup menggangu ku, “ini kamu
lihat aja” revan menyerahkan sebuah buku kecil yang sudah sangat usang dan
lecek, karena seperti sering dibawa dan dibaca, buku itu kecil seperti buku
catatan biasa, berwarna hitam sampulnya dan ada huruf “A” . saat ku membukanya
ada tanggal 15 oktober 1999 dan ada kata kata ini hari pertamaku masuk kesekolah SMA dan mungkin aku ga akan pindah
pindah lagi....dan seterusnya aku membaca dengan seksama dan hingga aku
menemukan tulisan gadis itu duduk tepat
dihadapku dengan rambut dikuncir seperti kuda, dan memiliki suara yang selalu
keluar saat melontarkan pertanyaan suara itu sedikit menggangu peredaran
darahku, tapi aku tak tahu kenapa seperti itu, nama gadis itu adalah “Asya” saat
menemukan namaku, mata ini terperanjat dan pikiran ini semakin ingin membaca
hingga halaman akhir, lembar demi lembar aku baca dengan teliti hingga aku tak
menghiraukan lagi aroma masakan diatas meja dihadapku, hingga pada lembar yang
kesekian aku menemukan kata kata sungguh
aku ingin menyapanya, tapi jantung ini seakan ingin melonjak keluar dan itu
membuatku terdiam dan tak memiliki suara ketika dia didekatku atau bertanya
kepadaku, Asya berbeda dengan yang pernah ku kenal yang lainnya, dia begitu
ceria disetiap harinya, aku ingin tak sekelas lagi dengannya, tapi jiika hal
itu terjadi aku tak bisa melihatnya setiap hari didepanku dong, mungkin
perasaan ini adalah .... ah tapi ga mungkin sepertinya setelah hampir satu
tahun aku tak pernah sedikitpun berinteraksi dengannya dan sepertinya dia juga
marah kepadaku...
Tulisan demi tulisan kubaca dan aku mengambil kesimpulan
bahwa ada miss comunication yang tak bisa dijelaskan baik olehku atau revan.
Pada bagian halaman terakhir tertulis dia
adalah A yang selalu aku ingin sapa tapi tak bisa kusapa karena alasan yang aku
sendiri tak tahu. Setelah selesai kubaca halaman terakhir itu , aku
langsung menatap revan dan sedikit bingung apa arti dari buku ini dan kenapa
tertulis “A” mungkinkah itu inisial namaku?? Tapi sepertinya tidak mungkin,
karena yang aku tahu sewaktu SMA dahulu revan dekat sekali dengan salah seorang
siswa yang mendapat predikat terfavorite dan aku mengambil kesimpulan sendiri
bahwa revan memiliki hubungan khusus dengan siswa itu. Saat aku melihat revan
dahulu bersama dengan siswi itu , aku tak tahu kenapa aku merasa sesak dan
marah. Ketika aku marah kepada revan tanpa aku tahu alasannya aku sengaja
mengganggu revan dengan segudang pertanyaan, karena aku tahu ketika aku
bertanya, revan tak akan mau menjawabku dan akan memukul meja dan itu membuatku
senang karena telah mengganggunya yang telah membuat ku sesak setelah melihat
dia dan siswi tersebut.
“heiii, kenapa lagi??
Ko bengong lagi? Ada yang salah sama aku??” suara itu lagi lagi
menghancurkan lamunan panjangku, dan tiba tiba rasa lapar yang tadi tertunda
muncul lagi, dan kali ini aku sungguh tak tahan dengan rasa laparku, ku
alihkanlah perbincangan itu dengan menyuruh revan untuk makan dahulu.
Aku mulai menyantap makanan yang aku pesan tadi. Tiba tiba
HP ku berdering ringan dan terlihat tanda itu sms, aku membuka HP ku dan
melihat message yang berasal dari atasanku, dia adalah Mas Rama. “Asya... gmna?? Kamu kehujanan gak?? Posisi
kamu dimana??? Gimana klo kita pulang bareng???” membaca sms dari Mas Rama
aku langsung tersedak dan Revan langsung berpindah posisi duduk kesampingku
sambil membantuku dengan menepuk ringan pundakku, ada apa Asya??? apa ada hal yang terjadi??? . Revan terus
berusaha membantuku untuk mengobati
tersedakku.
Akk....akku
aku ga apa apa Revan, makasih ya bantuannya.. dengan
terbata bata aku menjawab pertanyaan dari Revan. Tak berapa lama terdengar
kembali deringan HandPhone disekitar kami, tapi kali ini bukan berasal dari HP
ku, melainkan dari HP Revan, Revan kembali kedalam posisinya semula. Dan
langsung mengambil HP nya yang berada didalam Tas pundak yang diletakkan diatas
bangku, hallo... Re, ada apa?? Oh yang
itu, iya udah ,kamu sendiri gimana? Oh,aku.. aku lagi makan nih, iya nanti aku
kesitu..
Mendengar percakapan Revan dengan orang disana membuat aku
bingung, apa itu pacar Revan yang
menelpon?? Atau siapa? 5 tahun tak bertemu pasti dia sudah memiliki
tambatannya.. aku berbincang dengan hatiku sendiri. Aku mencuri tatapan
kepada Revan, dan ketika Revan sadar aku sedang menatapnya, diapun langsung
menoleh kearahku. Aku malu dan langsung tersentak serta menoleh kearah yang
lain, tiba tiba Revan memotong tatapan ku dengan berkata tadi itu Rere teman sekantor aku
yang kebetulan dia itu rumahnya satu komplek denganku dan dia sedang meminta
bantuannku untuk menyelesaikan tugasnya. Tanpa aku harus bertanya kepadanya
dia memberitahuku. Aku tak mengerti sebenarnya kenapa dia memberitahuku.
Saat aku mau bertanya kepadanya tiba tiba aku melihat
sesosok laki laki yang aku kenali berjalan dari arah belakang Revan dan
mengarah ke meja kami, dia itu atasanku yang tadi meng-sms ku, saat aku
melihatnya dia melambaikan tangan kearahku dengan ekspresi terkejut dan
terlihat senyum yang begitu tulus, saat itupun aku dengan refleks tersenyum
balik dan melambai balik, Revan langsung membalikkan badannya dan melihat
kearah Mas Rama. Heii aku pikir tadi
siapa, ternyata kamu disini, ko bisa ya... kita ketemu ga sengaja gini? Aku pikir
kamu udah pulang Sya.. Mas Rama
dengan ramah dan pertanyaan yang bukan basa basi serta terlihat sekali
memperhatikanku selama ini membuat hati ku bertanya kembali, siapa ?? dia yang
5 tahun aku tunggu. Atau dia yang baru 1 tahun aku kenal. Eh mas Rama, iya aku sendiri juga bingung. Belum mas , aku tadi ketemu
temen SMA, oh iya kenalin Mas Rama ini Revan, Revan ini Mas Rama dia atasanku
dikantor. Mas mau kemana?? gimana kalo makan dulu disini saama kami???
Akhirnya Mas Rama pun memutuskan untuk makan dahulu bersama kami. Perbincangan
kembali menghangat dikala dingin hujan yang terus membekukan hati dan suasana
yang aku rasa.
Kami berbincang cukup banyak dan ternyata Mas Rama dan Revan
cepat sekali akrab. Tak terasa makanan
kami telah selesai kami santap , karena waktu yang sudah malam kami memutuskan
untuk pulang kerumah masing-masing, saat aku hendak berdiri Mas Rama memegang
tanganku dan berkata, Sya, kita pulang
bareng yah, nanti kamu sakit kalo kamu kehujanan. Saat itu aku bingung,
harus pulang dengan siapa ? Revan kah
yang tadi mengajakku pertama kali, atau Mas Rama?? Aku melihat kearah Revan
dengan mata berharap bantu aku, belum sempat aku menjawab mas Rama berkata
kembali Ibu sakit Sya, dan ingin bertemu
kamu, Laras juga katanya kangen sama Mba Asya, mau kan kamu temuin ibu, siapa
tahu ibu bisa membaik keadaannya. Saat aku hendak menjawab terdengar suara
dari Revan aku ga papa ko Sya, Ibunya Mas
Rama kan lagi sakit, kapan kapan aja ya kita pulang barengnya. Kamu ga usah ga
enak sama aku, akku ga papa.
Mereka berdua membuatku menjadi berada diantara kebimbangan.
Dari gelagat mereka aku tahu mereka sama sama memiliki rasa kepadaku, ini bukan
kepedean tapi fakta, Revan dengan buku inisial A, dan Mas Rama dengan
perhatiannya serta cara dia mengenalkanku kepada keluarganya.
Kamipun berpisah, saat kami saling membelakangi aku menoleh
dan melihat Revan, saat itu aku hancur karena aku memilih untuk bersama sama
dengan Mas Rama, sedang Revan aku tinggal sendiri. Tak kusadari air mata
menetes dipipiku dan mas Rama sadar akan itu, dia berhenti melangkah dan akupun
sama, Mas Rama menghapus air mataku
dengan halus dan berkata kamu kenapa Sya?
Ga enak badan?? Kenapa nangis?? Aku tak dapat menjawab yang sebenarnya dan aku
hanya menjawab, aku tak apa apa, mungkin
karena aku menguap jadi aku meneteskan air mata. Itu alibiku untuk menutupi
apa yang sebenarnya aku rasa.
Tak terasa aku dan mas Rama sampai dirumah mas Rama, dan
langsung disambut dengan larinya seorang gadis kecil yang memanggil Mba Asya, sambil melambaikan tangan kepadaku.
Gadis kecil itu adalah adik perempuan Mas Rama yang berusia 12 tahun, karena
Mas Rama hanya memiliki satu adik dan tak memiliki kakak, maka Mas Rama dan
Laras begitu dekat. Kami bertiga pun masuk kedalam rumah dan Mas Rama serta
Laras langsung mengantarku kearah kamar Ibu mas Rama, aku melihat seorang
wanita yang seumuran dengan ibuku dirumah sedang terbaring lemas dikamar dengan
menggunakan baju hangat.
Aku langsung menghampiri ibu Mas Rama dan memberikan hormat
dengan bersaliman dan mencium pipinya, Mas Rama pun sama denganku dan langsung
berpamitan untuk menuju kekamarnya dan karena ingin ganti pakaian. Ibu Mba Asya dateng juga ya, udah lama
banget ya bu, Mba ga main kesini dengan ceria Laras berkata kepada Ibunya.
Ibu Mas Rama tersenyum dan memegang tangan ku serta menyuruhku untuk duduk
disampingnya, dia menggenggam tanganku dengan hangat dan berkata lirih ibu punya satu permintaan kepada nak Asya,
Ibu mohon nak Asya untuk menerima Rama sebagai suamimu, Ibu sangat bahagia tadi
saat kalian beriringan masuk kekamar ibu, ibu melihat Rama begitu bahagia
membawa mu kepada ibu.
Saat mendengar permintaan Ibu Mas Rama jantungku terasa
berhenti berdetak dan napasku seakan terhenti aku sangat terkejut mendengar hal
itu, aku bingung apa yang harus aku jawab, aku hanya tersenyum dan menatap
kearah Ibu Mas Rama, dengan tatapan yang masih bingung, serta terkejut.
Setelah begitu banyak yang aku bicarakan dengan keluarga Mas
Rama terutama Ibu mas Rama, akupun berpamitan pulang karena memang sudah malam,
karena saat itu ayah mas Rama sedang diluar kota jadi aku tak bertemu dengan
beliau, dan saat aku akan pulang ibu memelukku dengan erat sambil berbisik jadilah anak Ibu dengan erat dan halus
pelukan itu aku akhiri dengan ciuman lembut dipipi ibu. Laras yang saat itu
telah tertidur disamping ibu, ku usap rambutnya dan kulihat senyum diwajah
laras, membuatku merasa menemukan keluarga keduaku.
Aku dan mas Rama keluar dari rumah itu, dan saat ini penampilan
Mas Rama berbeda, dia lebih santai dengan menggunakan kaos berwarna putih dan
jaket berwarna coklat, saat kami sedang berjalan dia menggandeng tanganku dan
berhenti tepat didepan mobil mas Rama, dia menatapku dan itu sangat mengganggu
pikiranku yang sedang bimbang, dia mendekatkan wajah dan berkata terima kasih sudah mau berbincang dengan ibu
dan sambil melepaskan jaketnya dan mengenakannya kepadaku, kamu pasti lelah hari ini mas Rama berkata seperti itu sambil
mengenakan jaket itu kepadaku, saat itu jantungku kembali berdegup kencang, aku
sangat bingung dengan apa yang kurasa, terlebih karena jarak yang begitu dekat
antara mas Rama dan aku, itu membuatku salah tingkah dan serba salah dalam
situasi ini, tiba tiba HP ku berdering dan itu membuat mas Rama tersentak dan
akupun sama serta membuat kami kembali ke posisi yang seharusnya, aku
mengangkat telpon yang ternyata dari ibu dirumah kamu dimana nak? Ko belum pulang?? Aku langsung menjawab maaf ibu aku , sedang berada dirumah mas
Rama, Ibu mas Rama sakit jadi aku menjenguk tapi ini sudah mau pulang. Saat
menjawab telepon dari ibu aku sambil melihat kearah mas Rama, dan mas rama
memberi isyarat kalau dia ingin berbicara dengan ibuku, akupun langsung
memberikan telepon itu kepada mas rama. Hallo,
ibu... ini saya Rama, maaf ibu saya tadi sudah berusaha menelpon kerumah ibu
tapi tidak diangkat, tadi saya mau minta izin untuk membawa Asya kerumah. Ibu
pun menjawab oh iya maaf nak Rama tadi
ibu sedang sibuk sedikit, iya ga apa apa ibu percaya sama nak rama, dan semoga
ibu cepat sembuh ya nak rama, maaf ibu belum kesana, soalnya Assya ga cerita
si.. rama menjawab kembali iya ibu,
soalnya saya juga baru memberi tahu Asya tadi sore, baik kalau begitu saya
antar Asya sekarang juga ya ibu, terima kasih asalamualaikum. Percakapan
antara ibu dan Mas rama pun selesai, dan mas rama langsung membukakan pintu
depan dan mempersilahkan aku untuk masuk kedalam mobil.
Kamipun langsung menuju kearah rumahku. Dan kebisuan kembali
terjadi didalam mobil, tapi mas Rama menghangatkan suasana dengan memutarkan
lagu jazz kesukaanku yang berjudul LUCKY by jason mraz. Saat mendengar lagu itu
aku semakin terperangkap didalam kebimbangan batinku yang terus bergelut harus
mana yang aku pilih.
Karena masih terasa kebisuan, mas Rama memulai percakapan
dengan berkata kamu kenapa? Ko setelah
bertemu ibu, aku lihat kamu jadi diam dari tadi? Apa ibu salah bicara sama
kamu?? Aku yang masih terperangkap
didalam pikiranku sendiri tak menjawab pertanyaan mas Rama, Sya, kamu kenapa??? Hingga mas Rama berkata kedua kalinya aku baru
tersadar dan langsung berkata ya kenapa
mas??? Tertebak sekali dari tadi aku duduk dimobil bersama mas Rama, tapi
pikiranku entah melayang kemana. Aku melihat kearah mas Rama dan teringat pesan
Ibu mas Rama. Mas rama begitu hangat dan perhatian kepadaku serta sangat baik
dan menerima keluargaku dengan sederhana. Dan itu jujur telah mencuri hatiku,
tapi itu sebelum hari ini, sebelum aku bertemu dengan Revan yang aku tunggu
selama 5 tahun. Ibu dirumah juga terlihat sekali sangat ingin aku bersama mas
Rama, begitu juga ibunya Mas Rama.
Kamu
lagi banyak pikiran ya??? Ucapan mas rama lagi lagi membuatku
tersadar dan mengembalikan pikiranku kedalam diriku yang ada dimobil. Tadi aku mendengar percakapan kamu sama ibu,
tentang permintaan ibu agar kamu menjadi istri aku, maaf Asya jika itu jadi
membuat mu tak nyaman, ibu sangat senang sama kamu, makanya ibu berbicara
seperti itu. Aku terkaget mendengar kalau mas Rama sebenarnya telah
mengetahui percakapanku denga Ibunya.
Sebenarnya,
memang itu mas yang dari tadi mengganggu pikiranku aku bingung, aku.... aku.. tiba
tiba Hpku berdering dan kulihat itu panggilan dari Revan, aku menarik napas
panjang dan mengangkatnya asalamualaikum,
hallo Revan, kenapa??? Belum ,aku belum sampe sekarang lagi dimobil sama mas
Rama, mungkin setengah jam lagi aku sampe, kamu gimana udah nyampe?? Iya tenang
kan aku sama mas Rama, oke kalo gitu asalamualaikum, ku akhiri percakapan
itu karena aku ingin menjaga perasaan Mas Rama, karena aku tahu bagaimana
perasaannya saat ini.
Untuk mengembalikan suasana aku berusaha berbincang tentang
hal yang lain dengan Mas Rama, tentang lagu, tentang pekerjaan dikantor dan
semua hal. Akhirnya suasana kembali kedalam yang seharusnya. Dan tak terasa
sudah didepan gang rumahku, kami pun turun dari mobil dan mas Rama terus
menggandeng tanganku dengan erat, aku bingung harus kulepaskan atau kubiarkan,
aku tak ingin memberi harapan kosong kepadanya, aku tak ingin melukai mas Rama
dan keluarganya yang tulus kepadaku.
Saat sampai didepan rumah ibu sedang duduk bersama ayah
diruang tamu, dan mendengar salamku, ibu langsung membukakan pintu untuk kami,
dan mempersilahkan mas rama untuk turut ikut masuk kerumah, ayah yang sedang
dudukpun langsung menyambut hangat mas Rama, kedua orang tuaku memang sudah
begitu mengenal mas Rama, karena memang sangat terlihat mereka begitu menyatu
dan mas Rama bisa masuk kedalam keluargaku dengan sangat mudah.saat sedang
bersama ayah, mas Rama sering bertukar pikiran dengan ayah tentang pekerjaan,
ibu pun langsung sibuk mengeluarkan teh hangat untuk mas Rama, sedang aku hanya
terduduk didepan mas Rama, dengan memperhatikan suasana yang sangat hangat
diruang tamu saat malam yang dingin karena rintik hujan diluar.
Setelah berbincang cukup lama kami berempat diruang tamu
itu, Mas rama merasa sudah sangat malam dan memohon untuk izin pulang. Akupun
disuruh ibu untuk mengantarkan mas rama sampai didepan rumah, saat aku dan mas
Rama keluar dari rumah, ibu dan ayah melambaikan tangan dan langsung masuk
kedalam rumah, aku berdiri dan berusaha membuka jaket mas rama, karena terlalu
dingin diluar sedang mas rama hanya menggunakan kaos bertangan pendek, saat aku
sedang sulit membuka jaket itu mas rama membantuku membuka jaketnya, sambil
berbisik terima kasih. Mas rama berbalik kearah mobil dan berlalu, aku masih
diam dan menatap mobil itu dengan tatapan gelisah karena apa yang aku rasa. Aku
juga berbalik dan kembali kerumah, saat memasuki ruang tamu, ibu dan ayah
berkata kamu serasi nak sama nak Rama,
bagaimana hubungan kalian sejauh ini, kami si berharap hubungan kalian semakin
pasti. Mendengar hal itu aku hanya tersenyum dengan tenang dan
mengisyaratkan semuanya dalam keadaan terkendali dan sesuai dengan apa yang
mereka harapkan, dan aku langsung meminta izin untuk kekamar karena sudah
begitu lelah dengan semua kegiatan dikantor dan pemikiranku tentang semua yang
aku alami hari ini, sungguh sangat menguras tenagaku.
Aku berdo’a kepada tuhan untuk membantuku memilih diantara
mereka berdua, dan menguatkan pilihanku.
Setelah kejadian malam itu sekarang sudah hampir sebulan aku
tak bertemu dengan mas Rama, karena dia ditugaskan keluar negri untuk waktu
yang belum ditentukan. Mas rama pun tak pernah memberi kabar kepadaku, aku
sendiri bingung kenapa setelah malam itu tak pernah satu SMS pun yang berasal
darinya, dan tak ada dering telepon darinya. Sedang pertemuaku dengan Revan
semakin intens dan kami banyak berbincang serta pergi bersama, hampir jika ada
waktu senggang kami pergi dan Revan pun sering main kerumah sehingga ibu dan
ayah juga sudah mulai dekat dengan Revan. Aku tak lagi bingung mana yang harus
aku pilih. Mungkin ini jawaban dari tuhan atas pertanyaanku waktu itu.
Tapi suatu ketika ibu dan ayah mulai merasa ada yang tak
beres dengan aku dan Mas Rama dan Ibu mas Rama pun sempat menghubungi rumah
bertanya tentang kabar kami sekeluarga sedang mas Rama yang biasanya intens
menelpon tak pernah lagi ada kabarnya. Dari kabar yang didengar ibu dari ibunya
mas Rama, yang mengatakan kalau mas Rama sedang ditugaskan keluar negri ibu tak
lagi bertanya kepadaku tentang kabar mas Rama. Dan hubunganku dengan Revan yang
semakin intens dan semakin membuatku begitu bahagia dengan keadaan ini, dan
sampai pada puncak bahagiaku aku mendengar kabar kalau Revan harus dirawat
dirumah sakit, saat itu perasaanku remuk karena aku mendengar dia kritis
padahal saat kami bersama dia tak pernah memberikan tanda tanda sedang tak
sehat. Aku pun tahu kabar ini dari ibunya yang tiba tiba menelponku, saat aku
sedang menunggunya ditaman untuk jalan
bersama.
Saat mengangkat telpon dari ibu revan aku sangat terkejut
dan tak bisa berkata apa apa, aku langsung lari dan mencari taksi untuk
mengantarku kerumah sakit yang diberi tahu oleh ibu revan, sesampainya dirumah
sakit aku dengan terus mengusah air mataku terus berlari kecil menuju kamar
yang juga diberi tahu ibu revan, saat aku sedang berada di lift lantai satu,
aku yang sedang menuju lantai 4, lift itu terbuka dilantai 2 dan sangat terkejutnya
aku saat aku lihat Mas Rama didepan pintu lift dan masuk kedalam lift dan mas
Rama pun terkejut melihatku.
Kamu
mau kekamar revan?? Aku tak dapat menjawab karena masih sangat kaget
dengan kabar dari ibu revan dan saat melihat mas Rama yang ada dihadapku
sekarang. Kebetulan saat itu lift sedang sepi dan kami hanya berdua, aku
bertanya, tuhan kenapa saat ini aku dipertemukan lagi, dan kenapa ditempat ini
dan situasi ini.
Aku hanya mengangguk menjawab pertanyaan mas Rama. ternyata
hari itu adalah hari kembalinya mas Rama ke Indonesia setelah kurang lebih satu
setengah bulan berada di singapore dan tepat saat hendak kerumah dia mendapat
sms dari Revan untuk menuju kerumah sakit dan kamar bougenvil 45F, dan itu sama
dengan tempat itu sama dengan kamar Revan, aku semakin bingung sebenarnya ada
apa ini. Sepertinya keadaan memang sudah diatur seperti ini dan semua terjadi
begitu saja tanpa tertebak sedikitpun.
Pintu lift terbuka dan kami sampai di lantai 4, saat itu
kami langsung menuju kamar bougenvile 45F dan kami melihat Revan, revan
terbaring dikasur pasien dan kedua orang tuanya berada tepat disampingnya, dan
aku melihat ibunya terus saja meneteskan air mata walau tetap berusaha tegar,
aku melihat revan menggunakan alat bantu pernapasan dan sangat pucat.
Aku berlari dan langsung memeluk tubuh revan yang sudah
sangat lemah, aku menangis dan mencengakram tubuh revan dengan sekuatku, aku
berusaha bertanya tapi perasaanku bercampur aduk dan lagi lagi hancur melihat
dia revan orang yang selama ini bersamaku dan tertawa bersama ternyata sedang
sakit dan aku dengan bodoh tak mengetahui itu sama sekali, revan berbalik
memelukku dan berkata it’s gonna be
alright Asya, i’m Fine, please don’t cry sambil mengusap air mata dari
pipiku, dan aku langsung melepaskan pelukanku pada revan, revan yang melihat
mas Rama dibelakangku, memanggilnya untuk mendekat dan berkata thanks bro, lu udah kasih waktu ke gue buat
gunain waktu terakhir yang gue punya sama Asya, thanks banget, mendengar
itu aku bingung sebenarnya ada apa ini. Aku tak berani bertanya karena aku tak
sanggup bertanya ketika melihat keadaan revan saat itu.
Ibu revan merangkulku dan berbisik, maafkan ibu, yang tak memberitahumu keadaan revan yang sesungguhnya,
ibu hanya menuruti permintaan revan, karena dia tak ingin waktu sedikit yang
dia miliki bersama kamu harus terganggu dengan penyakit yang dia miliki, dia
ingin mengganti masa 5 tahun yang hilang bersama mu, maafkan ibu, revan terkena
penyakit kanker otak dan dia tahu tak ada obat yang bisa menyembuhkannya dan
kami juga sudah bisa menerima itu, karena revan selalu menguatkan kami, dia
selalu berkata ini karunia tuhan, karena saat dia mendapat penyakit ini, itu
adalah saat dia bertemu dengan kamu. Dan saat dokternya yang menelpon saat
kalian sedang makan malam bersama saat itu dokter mengabarkan ingin bertemu
denga revan dan mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. Tiba-tiba pintu
kamar terbuka dan masuk sesosok dokter muda perempuan dan saat dokter itu masuk
bersama suster aku mendengar ayah revan di belakang berkata revan dokter rere dateng ingin mengecek
keadaan kamu. Saat mendengar nama itu aku ingat Rere?? Itukan nama perempuan yang sore itu menelpon dan revan berkata
itu teman sekantornya yang ingin minta dibantu tugasnya ,Aku berkata
didalam hatiku sendiri .
Revan memperkenalkan aku dengan dokter Rere, dan saat kami
berkenalan dokter rere memperlihatkan ekspresi tersenyum tipis dan berbisik revan sangat mencintaimu Asya, dia tak ingin
kamu sedih jadi jangan sedih dihadapan dia, saya mohon. Mendengar bisikan
itu aku terdiam dan langsung mengusap air mataku. Aku melihat diruangan ini
semua keluarga revan telah berkumpul dan suasan sedih dan haru begitu terasa,
revan memegang tanganku dan meletakkannya tepat di dada kirinya, aku bisa
merasakan detak jantungnya yang lemah dan aku meraskan dingin tangannya
ditanganku, dia pun meminta maaf kepada kedua orang tuanya dan memeluk mereka
berdua. Aku melihat dan meneteskan air mata, saat mereka selesai berpelukan ,
aku dan mas Rama dipanggilnya untuk mendekat, tangan revan memegang tangan Mas
Rama dan juga tanganku, kami yang berada disampingnya terdiam. Saat itu revan
sambil memegang tanganku dan menatapku berkata:
Asya, sejujurnya saat SMA aku sudah menyukaimu, hanya saja aku tak
dapat menyampaikan apa yang aku rasa, dan selama 5 tahun aku mencari kabar
tentangmu, dan tanpa kamu tahu aku sudah menemukanmu 1 tahun yang lalu, dan
saat aku bertemu dengan mu, itu bukan sebuah kebetulan aku memang sudang memperhatikanmu
lama sebelum hari itu, aku tak berani menyapa walau aku tahu itu kau, tapi
entah kenapa saat sore itu aku ingin berbicara denganmu, kerinduanku selama 5
tahun tak dapat aku tahan lagi, dan aku tak ingin membuang waktu lagi, aku
sudah mengidap penyakit ini dari saat aku SMA kelas 2, tapi saat itu aku masih
didiagnosa, dan saat aku bertemu denganmu sore itu, itu adalah hari dimana aku
memang sudah positive terkena kanker otak dan sudah memasuki fase yang parah,
aku sengaja tak memberitahumu karena aku tak ingin waktu yang sedikit ini jadi
hilang begitu saja, untuk Rama, kenapa dia tak menghubungimu, itu karena aku
meminta waktu untuk bersamamu sehingga dia mau menerima saat ditugaskan ke
singapore sebulan lalu,sebenarnya kantor ku dan kantor rama itu satu merger dan
saat itu sebenarnya aku yang ditugaskan tapi aku tahu ada 2 nama yang menjadi
kandidat dan ternyata itu rama dan aku memberitahu keadaanku yang sebenarnya
kepadanya dan meminta dia untuk memberiku waktu bersamamu sehingga dia mau ditugaskan
disana dan bukan dia tak ingin mengetahui apa kabarmu, rama selalu tahu kabarmu
dariku Sya, hampir setiap saat dia bertanya tentangmu, dan sebenarnya kami
sudah saling mengenal sebelum kamu memperkenalkanku dengannya, itu semua
permintaanku dan jangan kau salah paham
dengannya. Maafkan aku yang tak bisa menepati janji pergi bersamamu ketaman
mawar yang aku janjikan hari ini. Aku mohon terima lah Rama, aku sudah
mendengar tentang permintaan ibunda rama kepadamu malam itu. Aku mohon itu
sebagai satu satunya permintaanku kepadamu, dan aku mohon laksanakan itu besok.
Sungguh mendengar itu semua aku tak bisa berpikir waras
lagi, apa sebenarnya yang terjadi. Kenapa aku satu satunya orang yang tak tahu
diantara kami bertiga. Padahal aku bertemu dengan mereka hampir tiap hari, tapi
aku bisa tak mengetahuinya.
Tapi aku tak ingin egois aku tahu pasti ada alasan yang kuat
kenapa mas Rama dan revan tak berterus terang denganku tentang itu semua,
akhirnya aku menganggukkan untuk melaksanakan 2 permintaan sekaligus, yaitu
permintaan Revan dan Ibunda Mas Rama.
Keesokannya kami melaksanakan permintaan itu dengan
sederhana disebuah masjid, tapi ternyata tak sesederhana apa yang aku
pikirkan,kedua belah keluargapun memaklumi ini semua dan memang pada dasarnya
kedua orang tuaku dan kedua orang tua Mas Rama memang sudah saling setuju jadi
tak ada halangan yang berarti dari keluarga kami, dan ternyata Revan telah menyiapkan segala sesuatu dengan
detail, mulai dari tempat, pakaian, seserahan, dan semuanya terkecuali cincin dan
mas kawin itu telah disiapkan mas Rama sebelum ibundanya memintaku untuk
menjadi anaknya. Revan dan keluarga hadir diacara itu dan aku dapat melihat
senyum tulus dan bahagia dari wajah revan, sambil duduk dikursi roda, revan
yang saat itu mengenakan pakaian putih dan rapih terus tersenyum dan tetap
ditangannya terdapat selang infus dan alat bantu pernapasan.
Suasanya berjalan kidmat dan tenang semua terlihat bahagia,
akupun sudah merelakan dan menerima mas Rama untuk menjadi pendampingku, bukan
lagi karena terpaksa demi memenuhi permintaan terakhir dan satu satunya dari
revan atau untuk menyenangkan kedua orang tuaku yang merasa bahwa mas Rama
adalah yang terbaik untukku, atau untuk melakasanakan pesan dari ibunda mas
Rama. ini semua aku lakukan karena sekarang aku sadar mereka berdua, mas Rama
ataupun Revan sama sama menyayangiku dan tuhan memiliki rencana yang indah,
karena aku bisa merasakan kebagaiaan saat ini untuk diriku sendiri. Walaupun
setelah aku merasakan kehancuran dan jatuh bangun dalam gejolak hati ku saat
dihadapkan dengan semua ujian dari tuhan.
Ijab dan qabul terjadi sesuai dengan syariat dan kami sudah
sah menjadi keluarga dan saat kata kata terakhir dari mas Rama saat membacakan
janji untuk bersamaku dan terdengar kata sah dari para saksi, tiba tiba revan
menarik napas dengan tersengal sengal dan aku segera menghampiri revan diikuti
dengan mas Rama dibelakangku, dan saat aku tepat dihadapannya dan mas rama juga
dihadapan revan, dia menyatukan tangan kami dan berkata berbahagialah kalian semoga menjadi keluarga yang bahagia dan diberkati
tuhan, selamat tinggal, kalian telah menjadi penutup hariku dengan bahagia.
Saat itu tangisku tak dapat lagi aku tahan, bukan karena
sedih tapi karena bahagia telah dizinkan untuk mengenal dia , Revan yang dahulu
aku ganggu dan pernah menjadi bagian dari hari hariku yang bahagia, dan kini
telah menjadi sahabat yang memberikanku kebahagiaan yang terakhir yang dapat
diberinya .
itulah
aku kamu dia dan akhir yang bahagia untuk semuanya.
Komentar
Posting Komentar